SELAMAT DATANG DI BLOG PENAMBANG ILMU

Sabtu, 08 November 2008

Adventure

Happy Ramadhan

Ramadhan (Ramadan) is the 9th month of the Islamic calendar. It's when Muslims all over the world spend 30 days fasting and bettering themselves in principles of faith.
Muslims are also expected to put more effort into following the teachings of Islam by refraining from sexual intercourse (during fasting), violence, anger, envy, greed, lust, angry and sarcastic retorts, and gossip. People are meant to try to get along with each other better than they normally might. All obscene and irreligious sights and sounds are to be avoided. Purity of both thought and action is important. The fast is an exacting act of deep personal worship in which Muslims seek a raised level of closeness to God. The act of fasting is said to redirect the heart away from worldly activities, its purpose being to cleanse the inner soul and free it from harm.
Fasting during Ramadan is not obligatory for several groups for whom it would be excessively problematic. Children before the onset of puberty are not required to fast, though some do. However, if puberty is delayed, fasting becomes obligatory for males and females after a certain age. According to the Qur'an, if fasting would be dangerous to someone's health, such as a person with an illness or medical condition (this can include the elderly), that person is excused.

Siklus Hidrologi





Sirkulasi air yang berpola siklus itu tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan transpirasi.Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara diantaranya melaui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.

Materi Pengembangan Media Pembelajaran GEO (Slide Power Point)

Pengertian Hidrologi

Studi tentang air dirasakan semakin penting, terutama di negara-negara berkembang yang masih masalah budaya dan teknologi dalam penelolaan air yang sesuai dengan lingkungannya. Cabang ilmu yang mempelajari tentang air tersebut adalah Hidrologi. Secara etimologi, berasal dari dua kata, yaitu hidro = air, dan logos = ilmu. Dengan demikian secara umum hidrologi dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang air.
Konsep yang umum itu, kini telah berkembang sehingga cakupan obyek hidrologi menjadi lebih jelas. Menurut Marta dan Adidarma (1983), bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun dibawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia air serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubunganya dengan kehidupan.
Berdasarkan konsep tersebut, hidrologi memiliki ruang lingkup atau cakupan yang luas. Secara substansial, cakupan bidang ilmu itu meliputi: asal mula dan proses terjadinya air, pergerakan dan penyebaran air, sifat-sifat air, keterkaitan air dengan lingkungan dan kehidupan.
Hidrologi merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Studi hidrologi meliputi berbagai bentuk air serta menyangkut perubahan-perubahannya, antara lain dalam keadaan cair, padat, gas, dalam atmosfer, di atas dan di bawah permukaan tanah, distribusinya, penyebarannya, gerakannya dan lain sebagainya. Secara meteorologis, air merupakan unsur pokok paling penting dalam atmofer bumi. Air terdapat sampai pada ketinggian 12.000 hingga 14.000 meter, dalam jumlah yang kisarannya mulai dari nol di atas beberapa gunung serta gurun sampai empat persen di atas samudera dan laut. Bila seluruh uap air berkondensasi (atau mengembun) menjadi cairan, maka seluruh permukaan bumi akan tertutup dengan curah hujan kira-kira sebanyak 2,5 cm.

Obyek Material Hidrologi

Haberdasher konsep tersebut, hidrologi memiliki ruang lingkup atau cakupan yang luas. Secara substansial, cakupan bidang ilmu itu meliputi:asal mula dan proses terjadinya air pergerakan dan penyebaran air sifat-sifat air keterkaitan air dengan lingkungan dan kehidupan Hidrologi merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Studi hidrologi meliputi berbagai bentuk air serta menyangkut perubahan-perubahannya, antara lain dalam keadaan cair, padat, gas, dalam atmosfer, di atas dan di bawah permukaan tanah, distribusinya, penyebarannya, gerakannya dan lain sebagainya. Secara meteorologis, air merupakan unsur pokok.

Cabang Hidrologi

(1). Limnologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang air yang terdapat pada suatu depresi yang tergenang pada suatu cekungan, (2). Potamologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang air yang terdapat di atas permukaan tanah dan merupakan air yang mengalir,(3). Oceanografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari morfologi,topografi,biologi laut dan lautan. (4). Kriologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang es dan salju, (5). Hidrometeorologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang poblematika Hidrologi yang berkaitan dengan meteorologi,(6). Geohidrologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang terdapatnya gerakan air di bawah permukaan tanah.

Siklus Hidrologi

Singularity air yang berpola siklus itu tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan transpirasi.Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara diantaranya melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan transpirasi.
Proses Evaporasi


Evaporasi/transpirasi adalah Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es. Ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul air memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut dan kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfir. Sekitar 95.000 mil kubik air menguap ke angkasa setiap tahunnya. Hampir 80.000 mil kubik menguapnya dari lautan. Hanya 15.000 mil kubik berasal dari daratan, danau, sungai, dan lahan yang basah, dan yang paling penting juga berasal dari tranpirasi oleh daun tanaman yang hidup. Proses semuanya itu disebut Evapotranspirasi.
Proses Infiltrasi

Infiltrasi/Perkolasi ke dalam tanah Adalah Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. net

Selasa, 04 November 2008


Ekosistem Lahan Basah

Kondisi Lahan Basah di Indonesia

Ekosistem lahan basah (wetland) merupakan sumberdaya alam yang begitu besar nilainya bagi masyarakat, kontribusi bagi keanekaragaman hayati, lumbung pangan, penopang ekosistem lainnya, dan pengatur iklim makro. Namun demikian, keberadaan ekosistem lahan basah masih dipandang sebagai lahan tidur (terlantar) yang setiap saat dapat dikonversikan menjadi aktivitas industri dan lainnya. Era desentralisasi kepada Daerah akan menjadi faktor berikut yang menentukan masa depan pengelolaan ekosistem lahan basah. Apakah pemerintah Daerah akan melanjutkan kebijkan yang eksploitatif atau lebih memperhatikan prinsip keberlanjutan dan berbasis masyarakat?
Lahan Basah di Indonesia mengalami berbagai tekanan menuju kehancuran dan deforestasi secara drastis. Laju degradasi hutan mencapai 2 juta hektar per tahun. Konversi hutan, illegal logging, dan kebakaran hutan merupakan ancaman utama lahan basah di Indonesia. Konversi hutan dalam skala besar, terutama dilakukan untuk perkebunan monokulter, terutama sawit, HTI, pertambangan, dan pertambakan udang.
Kebakaran hutan menjadi isu nasional setiap tahun sejak 1996. Musim kemarau dan pembukaan ladang berpindah dituduhkan sebagai penyebab kebakaran hutan. Kebakaran hutan yang merupakan kombinasi faktor kelalaian dan kekeringan terjadi di kawasan gambut. Bekas lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan, yang kini berubah menjadi kering kerontang di musim kemarau, menjadi langganan kebakaran hutan tiap tahunnya.
Lahan basah memiliki peranan yang penting dalam menyumbang keragaman hayati, pengatur iklim dunia, sumber pangan, sumber sirkulasi air, sumber perikanan, dan obat-obatan bagi masyarakat setempat. Masyarakat lokal memiliki tingkat ketergantungan kehidupan yang cukup besar pada ekosistem lahan basah. Di beberapa tempat, terdapat kearifan lokal dan sistem pengelolaan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Namun demikian, tidak semua masyarakat yang hidup bergantung pada ekosistem lahan basah memiliki pengaturan dan kepedulian terhadap keberlanjutan ekosistem lahan basah. Pola pemanfaatan yang bersifat merusak dan eksploitatif berlangsung, baik oleh masyarakat setempat maupun pendatang, tanpa ada upaya pencegahan.
Alih fungsi lahan basah (konversi) berlangsung begitu saja dalam waktu singkat. Dibandingkan ekosistem hutan daratan tinggi, rasa kepemilikan terhadap lahan basah oleh masyarakat setempat tidak begitu kuat. Interaksi budaya dan konsep religi masyarakat terhadap hutan dataran tinggi lebih kuat dibandingkan terhadap ekosistem lahan basah. Pada sejumlah lahan basah, tidak ditemukan pararaksonomi, organisasi tani maupun kelembagaan sosial yang terkait dengan lahan basah.
Ekosistem lahan basah dipandang sebagai tanpa pemilik, belum tergarap dan terlantar. Pandangan ini hampir sejalan dengan Pemerintah yang menganggap lahan basah sebagai lahan potensial untuk kepentingan produksi, melalui alih fungsi. Ditinjau dari regulasi yang ada, pengaturan pada ekosistem lahan basah masih sangat minim. Namun demikian, pandangan, ikatan batin, dan faktor pendorong konservasi maupun eksploitasi oleh masyarakat atas lahan basah di suatu tempat bersifat khas dan site specifik.
Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG) Satu Juta Hektar merepresikan pandangan tersebut dan merupakan bencana lingkungan terbesar di Indonesia. Ini dilakukan untuk mengantisipasi krisis swasembada beras, dengan pertimbangan bahwa di Jawa luasan areal pertanian sawah teknis semakin tahun semakin berkurang. Ditunjuknya Kalimantan Tengah karena hanya satu-satunya Propinsi yang mempunyai hamparan seluas satu juta hektar. Kebijakan ini merubah sistem tata air, keadaan iklim mikro, dan penguasaan tanah. Kebijakan ini telah menimbulkan dampak lingkungan negatif, baik secara fisik, kimia, biologi, dan sosial-ekonomi pada masyarakat di lokasi proyek. Proyek ini telah menyebabkan degradasi kualitas lingkungan hidup dengan mengkonversi hutan tropis seluas 638.000 ha menjadi persawahan dan 362.000 ha menjadi areal pertanian, perumahan, dan kawasan konservasi.
Pengalihan fungsi lahan basah diiringi dengan konflik sosial antara masyarakat dengan investor, dan pemerintah maupun antar kelompok masyarakat (konflik horizontal), perpindahan aliran sumberdaya (manfaat).

Kawasan Konservasi di Era Otonomi

Kebijakan desentralisasi (Otonomi Daerah) di terapkan di Indonesia sejak 1999. Desentralisasi meliputi bebagai aspek pemerintahaan, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan konservasi. Ternyata, desentralisasi menimbulkan persoalan baru dalam pengelolaan sumberdaya alam dan wewenang di konservasi. Desentralisasi bagaikan hanya mengalihkan eksploitasi yang otoriter dan sentralistik di Jakarta menjadi wewenang tanpa kendali oleh raja-raja kecil baru, yakni Kepala Pemerintahan Daerah. Sejumlah daerah kini berlomba-lomba mengejar PAD dengan semangat eksploitasi yang sama seperti sebelumnya.
Kawasan konservasi berada dalam ancaman ataupun peluang serius di bawah era desentralisasi tergantung komitmen Pemerintah. Peluang adanya perbaikan dalam pengelolaan lahan basah menjadi lebih terbuka karena adanya desentralisasi. Seperti apa wajah pengaturan lahan basah pada era desentralisasi saat ini merupakan subyek yang perlu dicermati.